Makna Filosofis di Balik Motif Batik: Lebih dari Sekadar Kain

0
25

Hari Batik Nasional, yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober, bukan hanya tentang mengenakan batik sebagai bentuk kebanggaan budaya. Lebih dari itu, batik adalah karya seni yang sarat makna sehelai kain yang merekam sejarah, nilai-nilai hidup, hingga filosofi luhur masyarakat Indonesia.

Di balik keindahan motifnya, batik menyimpan pesan-pesan yang mendalam. Setiap guratan motif bukan sekadar estetika, tetapi cerminan dari jati diri, harapan, bahkan doa sang pembuatnya.

1. Parang: Simbol Keteguhan dan Perjuangan

Motif Parang, salah satu motif tertua dalam batik klasik, berbentuk seperti ombak yang terus mengalir. Kata “parang” berasal dari kata “pereng” yang berarti lereng. Motif ini melambangkan semangat pantang menyerah, konsistensi, dan kekuatan moral.

Dulu, motif ini hanya boleh dikenakan oleh kalangan bangsawan Keraton karena dianggap mencerminkan jiwa ksatria dan kekuasaan (Widiyastuti, 2020).

2. Kawung: Keseimbangan dan Kejernihan Hati

Motif Kawung menyerupai irisan buah kawung (aren) dalam pola simetris. Motif ini menyimbolkan kesucian, pengendalian diri, dan keseimbangan antara kehidupan dunia dan spiritual. Ia juga dikenal sebagai simbol keabadian dan harapan akan kebijaksanaan (Kemdikbud, 2021).

3. Truntum: Cinta yang Tumbuh Kembali

Diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana, istri Sunan Pakubuwana III, motif Truntum memiliki makna “tumaruntum” atau “tumbuh kembali”. Ia mencerminkan cinta tulus, tanpa syarat, serta ketulusan dalam mendampingi, seperti cinta orang tua kepada anak (Batik Giriloyo, 2023).

4. Mega Mendung: Kedamaian dalam Badai

Berasal dari Cirebon dan terinspirasi dari budaya Tionghoa, Mega Mendung menggambarkan awan bergelombang berwarna biru atau merah. Warna biru menggambarkan ketenangan, sedangkan bentuk awan melambangkan kemampuan mengendalikan emosi dan amarah (UNESCO, 2009).

Batik: Warisan, Doa, dan Jati Diri

Membaca batik sama halnya dengan membaca nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun temurun. Setiap motif adalah pesan, dan setiap pesan adalah pengingat tentang siapa kita dan dari mana kita berasal.

Di Hari Batik Nasional ini, mari kita tidak hanya mengenakan batik, tapi juga memaknai dan menghidupkan kembali filosofi-filosofi yang terkandung di dalamnya — sebagai bagian dari kehidupan modern yang tetap membumi.

Muhammadiyah: Menjadikan Batik sebagai Identitas dan Warisan

Tak banyak yang tahu bahwa organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah juga berperan aktif dalam pelestarian batik. Melalui produksi batik khas Muhammadiyah yang digunakan dalam seragam sekolah, universitas, hingga atribut organisasi, Muhammadiyah ikut menjaga warisan budaya sekaligus menyelaraskan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal.

Batik Muhammadiyah umumnya mengusung motif sederhana dengan filosofi Islami yang menyatu dengan gaya modern. Ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tidak harus bertentangan dengan nilai keagamaan, bahkan bisa menjadi bagian dari dakwah kebudayaan.

Melalui penggunaan batik dalam kehidupan organisasi — mulai dari seragam siswa, dosen, guru, kader, hingga pimpinan amal usaha Muhammadiyah — organisasi ini memperlihatkan bahwa batik bisa menjadi bagian dari jati diri umat, bukan sekadar pakaian seremonial.

Referensi:

Widiyastuti, E. (2020). Filosofi Batik Klasik Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.Kemdikbud. (2021). “Makna Motif Batik Tradisional.” https://kebudayaan.kemdikbud.go.idBatik Giriloyo. (2023). “Sejarah dan Filosofi Motif Truntum.” https://batikgiriloyo.comUNESCO. (2009). Indonesian Batik – Intangible Cultural Heritage. https://ich.unesco.org/en/RL/indonesian-batik-00170  Suara Muhammadiyah. (2022). “Batik Muhammadiyah: Perpaduan Nilai Budaya dan Dakwah.” https://suaramuhammadiyah.id

Facebook Comments